This is default featured slide 1 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 2 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 3 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 4 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 5 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

Sabtu, 27 Juni 2015

Memulai usaha pertanian organik

Secara substansi pertanian organik bukanlah barang baru. Sebelum ditemukan pupuk dan obat-obatan kimia sintetis, bisa dikatakan semua kegiatan produksi pertanian merupakan pertanian organik.
Adalah Sir Albert Howard, seorang ahli botani asal Inggris, yang mengagas pertanian organik secara lebih sistemastis. Bukunya yang terbit pada tahun 1940, berjudul “An Agricultural Testament”, telah menginspirasi gerakan pertanian organik diberbagai belahan bumi. Atas alasan itu, dia disebut-sebut sebagai bapak pertanian organik.
Di Indonesia pertanian organik mulai populer di era 80-an. Dimana gerakan revolusi hijau yang digagas pemerintah pada akhir tahun 70-an mulai menunjukkan dampak negatifnya. Penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia dituduh sebagai pemicu kerusakan lingkungan pertanian dan kesehatan manusia.
Ada banyak dasar pemikiran yang memotivasi seorang petani mempraktekkan pertanian organik. Praktek yang paling ekstrim bahkan sangat meminimalkan intervensi manusia. Petani hanya bertugas sebagai penebar benih dan pemetik hasil saja. Ada juga yang sangat longgar, masih mentoleransi penggunaan bahan-bahan kimia sintetis tertentu apabila diperlukan.
Berdasarkan penulusuran tim alamtani terhadap praktek-praktek pertanian organik, setidaknya terdapat kaidah-kaidah utama yang harus dipatuhi. Berikut uraian singkatnya:

Penyiapan lahan

Lahan untuk pertanian organik harus terbebas dari residu pupuk dan obat-obatan kimia sintetis. Proses konversi lahan dari pertanian konvensional ke pertanian organik membutuhkan waktu setidaknya 1-3 tahun. Selama masa transisi, produk pertanian yang dihasilkan belum bisa dikatakan organik karena biasanya masih mengandung residu-residu kimia.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah lingkungan disekitar lahan. Pencemaran zat kimia dari kebun tetangga bisa merusak sistem pertanian organik yang telah dibangun. Zat-zat pencemar bisa berpindah ke lahan organik kita karena dibawa oleh air dan udara.
Selain zat pencemar, pemakaian obat-obatan dari kebun tetangga bisa menyebabkan hama dan penyakit lari ke lahan pertanian organik. Tentunya hama akan mencari lahan-lahan yang bebas racun, dan sialnya kebun organik akan menjadi sasaran empuk.
Untuk menyiasati hal tersebut, bisa menggunakan tanaman pagar. Beberapa jenis tanaman pagar memiliki kemampuan sebagai penyerap bau, bahan kimia, dan pengusir hama. Selain itu, hijauan dari tanaman pagar bisa digunakan sebagai bahan pupuk organik.

Kondisi pengairan

Kondisi pengairan atau irigasi menjadi penentu juga dalam pertanian organik. Akan menjadi sia-sia apabila kita menerapkan pertanian organik sementara air yang mengaliri lahan kita banyak mengandung residu bahan kimia. Tentunya lahan kita beresiko tercemar zat-zat tersebut. Pada akhirnya produk pertanian organik kita tidak steril dari racun-racun kimia.
Untuk mengakali hal ini, pilih lahan yang mempunyai pengairan langsung dari mata air terdekat. Kalau sulit kita bisa mengambil air dari saluran irigasi yang agak besar. Kadar residu kimia dalam saluran air yang besar biasanya sangat rendah, dan airnya masih bisa digunakan untuk pertanian organik. Hindari mengambil air dari limpahan kebun atau sawah konvensional.
Selain itu, bisa juga dibuat unit pemurnian air sendiri. Air dari saluran irigasi ditampung dalam sebuah kolam yang telah direkayasa. Kemudian air keluaran kolam dipakai untuk mengairi kebun organik.

Penyiapan benih tanaman

Benih yang digunakan dalam pertanian organik harus berasal dari benih organik. Apabila benih organik sulit didapatkan, untuk tahap awal bisa dibuat dengan memperbanyak benih sendiri. Perbanyakan bisa diambil dari benih konvensional.
Caranya dengan membersihkan benih-benih tersebut dari residu pestisida. Untuk menjadikannya organik, tanam benih tersebut lalu seleksi hasil panen untuk dijadikan benih kembali. Gunakan kaidah-kaidah pemuliaan dan penangkaran benih pada umumnya.
Jangan mengawetkan benih dengan pestisida, fungisida atau hormon-hormon sintetis. Gunakan metode tradisional untuk mengawetkannya. Benih yang dihasilkan dari proses ini sudah bisa dikatakan benih organik.
Hal yang perlu dicatat, benih hasil rekayasa genetika tidak bisa digunakan untuk sistem pertanian organik.

Pupuk dan penyubur tanah

Pemupukan dalam pertanian organik wajib menggunakan pupuk organik. Jenis pupuk organik yang diperbolehkan adalah pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk kompos dan variannya, serta pupuk hayati. Untuk mengetahui lebih detailnya silahkan baca jenis-jenis pupuk organik.
Pertanian organik juga bisa menggunakan penyubur tanah atau disebut juga pupuk hayati. Penyubur tanah ini merupakan isolat bakteri-bakteri yang bisa memperbaiki kesuburan tanah. Saat ini pupuk hayati banyak dijual dipasaran seperti EM4, Biokulktur, dll. Pupuk hayati juga bisa dibuat sendiri dengan mengisolasi mikroba dari bahan-bahan organik.
Dalam permentan bahan-bahan tambang mineral alami seperti kapur dan belerang masih ditoleransi untuk digunakan pada pertanian organik. Berikut daftar bahan mineral yang bisa digunakan dalam pertanian organik:
  • Dolomit
  • Gipsum
  • Kapur khlorida
  • Batuan fosfat
  • Natrium klorida

Pengendalihan hama dan penyakit

Pengendalian hama dalam pertanian organik sebaiknya menerapkan konsep pengendalian hama terpadu. Hal-hal yang terlarang adalah menggunakan obat-obatan seperti pestisida, fungisida, herbisida dan sejenisnya untuk membasmi hama.
Pengendalian organisme penganggu tanaman bisa memanfaatkan:
  • Pemilihan varietas yang cocok
  • Rotasi tanaman
  • Menerapkan kultur teknis yang baik, seperti pengolah tanah, pemupukan, sanitasi lahan, dll.
  • Memanfaatkan musuh alami atau predator hama
  • Menerapkan eksosistem pertanian yang beragam, tidak monokultur
Apabila terpaksa, misalnya terjadi ledakan hama atau penyakit, bisa digunakan juga pemberantasan hama dengan pestisida alami atau pestisida organik. Silahkan baca mengenai pestisida organik.

Penanganan pasca panen

Proses pencucian atau pembersihan produk hendaknya menggunakan air yang memenuhi standar baku mutu organik. Hindari air yang sudah tercemar zat-zat kimia sintetsis. Gunakan juga peralatan yang tidak terkontaminasi zat-zat kimia.
Dalam penyimpanan dan pengangkutan produk organik sebaiknya tidak dicampur dengan produk non organik. Untuk memberikan nilai tambah, sebaiknya kemas produk-produk organik dengan bahan yang ramah lingkungan dan bisa di daur ulang.

Sertifikasi pertanian organik

Untuk kepentingan pemasaran dan meningkatkan kepercayaan konsumen, ada baiknya produk organik disertifikasi. Dewasa ini banyak lembaga yang bisa memberikan sertifikasi organik. Mulai dari yang berbayar hingga gratis.
Kedepannya, Permentan Sistem Pertanian Organik akan mengatur lembaga-lembaga sertifikasi organik. Tujuannya untuk memudahkan kontrol dan melindungi konsumen pangan organik. Sebagai petani produsen, kita harus pandai-pandai dalam memilih sertifikasi organik. Kita harus bijak dalam mengeluarkan biaya sertifikasi. Jangan sampai biaya sertifikasi menjadi beban.
Selain sertifikasi, bisa dikembangkan alternatif lain untuk meyakinkan konsumen dengan kampanye. Misalnya gerakan untuk membeli pangan lokal, semakin lokal semakin baik. Jalinlah komunikasi dengan konsumen secara langsung. Undanglah sesekali konsumen untuk melihat kebun produksi. Know your farm is know your food!

Pemasaran pertanian organik

Pola pemasaran produk pertanian organik bisa menggunakan pola lama ataupun pola-pola baru. Hasil pertanian organik masih bisa bersaing dipasar konvensional, karena meski biaya operasionalnya lebih besar tapi inpu-input produksinya lebih murah. Namun apabila ingin mendapatkan insentif harga sebaiknya dijual ke pasar moderen atau penjualan langsung.

a. Pasar tradisional

Pasar ini merupakan pasar pertanian tertua. Untuk memasok pasar jenis ini biasanya melalui rantai para pedagang pengepul dan tengkulak yang ada sampai hingga ke pelosok desa. Kelebihan sistem ini adalah mudah. Petani tidak harus jemput bola tinggal nunggu di lahan, bahkan biasanya proses panen pun dilakukan pedagang pengepul.
Banyak petani yang lebih nyaman dengan sistem ini karena kemudahan tersebut. Bahkan beberapa tengkulang dan pengepul mau meminjamkan modal untuk produksi musim tanam berikutnya. Walaupun seringkali hal ini menjadi jeratan bagi petani.
Kelemahan dari sistem ini adalah harganya yang rendah. Apalagi bila produk pertanian dibeli dengan sistem ijon atau dibeli sebelum panen.

b. Pasar moderen

Ada dua pola untuk memasuki pasar moderen, yaitu dengan memasoknya langsung dan melalui perusahaan pemasok. Untuk memasok langsung, produsen harus memiliki modal dan relasi yang cukup. Karena biasanya barang yang masuk tidak dibayar secara langsung. Hal ini bisa disiasati dengan membentuk koperasi petani organik.
Sebagian petani organik, ada juga yang menjual hasil panennya ke perusahaan pemasok pasar moderen. Dalam hal ini yang mempunyai kontrak dengan pasar moderen adalah perusahaan pemasok. Petani menjual kepada perusahaan pemasok.

c. Penjualan langsung

Alternatif dari sistem-sistem pemasaran diatas adalah dengan melakukan penjualan langsung. Petani memasarkan hasil panen secara langsung ke konsumen. Biasanya dalam bentuk paket-paket yang disesuaikan dengan hasil panen.
Paket dikirimkan langsung ke konsumen yang berlangganan. Jenis dan maca sayuran disesuaikan antara kebutuhan konsumen dan musim tanam. Untuk menjalankan sistem seperti ini, petani wajib menerapkan sistem multiklutur agar produk yang dihasilkan tidak monoton. Kalau sulit dipenuhi sendiri, petani produsen bisa membentuk kelompok.

Sejarah pertanian organik

Pertanian tradisional dalam berbagai bentuk, yang telah dilakukan sejak ribuan tahun di seluruh dunia, merupakan pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia sintetik. Pertanian dengan memanfaatkan ekologi hutan (kebun hutanforest gardening) merupakan salah satu sistem produksi pangan pada masa prasejarah yang dipercayai merupakan pemanfaatan ekosistem pertanian yang pertama.[3]
Pupuk sintetis telah dibuat pada abad ke 18, berupa superfosfat. Lalu pupuk berbahan dasar amonia mulai diproduksi secara masal ketika proses Haber dikembangkan semasa Perang Dunia I. Pupuk ini murah, bernutrisi, dan mudah ditransportasikan dalam bentuk curah. Perkembangan juga terjadi pada pestisida kimia pada tahun 1940an, yang memicu penggunaan bahan kimia pertaniansecara besar-besaran di seluruh dunia.[4] Namun sistem pertanian baru yang mulai berkembang ini membawa dampak serius secara jangka panjang pada pemadatan tanah, erosi, penurunan kesuburan tanah secara keseluruhan, juga dampak kesehatan pada manusia akibat bahan kimia beracun yang masuk ke bahan pangan.[5]:10
Para pakar biologi tanah mulai mengembangkan teori mengenai bagaimana ilmu biologi dapat digunakan pada pertanian untuk menanggulangi dampak negatif bahan kimia pertanian tanpa mengurangi hasil produksi pertanian. Biodinamika biologi berkembang pada tahun 1920an dan menjadi versi awal dari pertanian organik yang dikenal sekarang.[6][7][8]:[9][10][11][12] Sistem ini berdasarkan filosofi antroposofi dari Rudolf Steiner.[8]:17–19
Pada tahun 1930an dan awal 1940an, pakar botani terkemuka Sir Albert Howard dan istrinya Gabriel Howard mengembangkan pertanian organik. Howard terinspirasi dari pengalaman mereka mengenai metode pertanian tradisional di India, pengetahuan mereka mengenai biodinamika, dan latar belakang pendidikan mereka.[6] Sir Albert Howard dapat dikatakan sebagai "bapak pertanian organik" karena ia yang pertama kali menerapkan prinsip ilmiah pada berbagai metode pertanian tradisional dan alami.[13]:45
Meningkatnya kesadaran lingkungan secara umum pada populasi manusia di masa modern telah mengubah gerakan organik yang awalnya dikendalikan oleh suplai, kini dikendalikan oleh permintaan pasar. Harga yang tinggi dan subsidi dari pemerintah menarik perhatian petani. Di negara berkembang, berbagai produsen pertanian yang bekerja dengan prinsip tradisional dapat dikatakan setara dengan pertanian organik namun tidak bersertifikat dan tidak mengikuti perkembangan ilmiah dalam pertanian organik. Sehingga beberapa petani tradisional dapat berpindah menjadi petani organik dengan mudah, yang terdorong oleh alasan ekonomi.[14]

Metode

Pertanian organik mengkombinasikan pengetahuan ilmiah mengenai ekologi dan teknologi modern mengenai praktek pertanian tradisional berdasarkan proses biologis yang terjadi secara alami. Metode pertanian organik dipelajari di dalam bidang ekologi pertanian. Pertanian konvensional menggunakan pestisida dan pupuk sintetik, sedangkan pertanian organik membatasinya dengan hanya menggunakan pestisida dan pupuk alami. Prinsip metode pertanian organik mencakup rotasi tanamanpupuk hijau/kompos,pengendalian hama biologis, dan pengolahan tanah secara mekanis. Pertanian organik memanfaatkan proses alami di dalam lingkungan untuk mendukung produktivitas pertanian, seperti pemanfaatan legum untuk mengikat nitrogen ke dalam tanah, memanfaatkan predator untuk menaggulangi hama, rotasi tanaman untuk mengembalikan kondisi tanah dan mencegah penumpukan hama, penggunaan mulsa untuk mengendalikan hama dan penyakit, dan pemanfaatan bahan alami, termasuk mineral bahan tambang yang tidak diproses atau diproses secara minimal, sebagai pupuk, pestisida, dan pengkondisian tanah.[15] Tanaman yang lebih unggul dan tangguh dikembangkan melalui pemuliaan tanaman dan tidak dimodifikasi menggunakan rekayasa genetika.

Keanekaragaman hayati

Tingginya keanekaragaman tanaman pertanian adalah salah satu penciri pertanian organik. Pertanian konvensional fokus pada produksi massal hasil pertanian tunggal di lahan, yang disebut dengan monokultur. Dalam ekologi pertanian diketahui bahwa polikultur (penanaman berbagai jenis tanaman pada satu ahan) lebih menguntungkan dan lebih sering diterapkan di pertanian organik.[16] Penanaman berbagai jenis sayuran mendukung berbagai jenis serangga yang bersifat menguntungkan, mikroorganisme tanah, dan faktor lainnya yang menambah kesehatan lahan pertanian. Keanekaragaman tanaman pertanian membantu lingkungan untuk mempertahankan suatu spesies yang dekat dengan lahan pertanian agar tidak punah.[17]

Pengelolaan tanah

Pertanian organik bergantung sepenuhnya pada dekomposisi bahan organik tanah, menggunakan berbagai teknik seperti pupuk hijau dan kompos untuk menggantikan nutrisi yang hilang dari tanah oleh tanaman pertanian sebelumnya. Proses biologis ini dikendalikan oleh berbagai mikroorganisme seperti mikoriza yang memungkinkan terjadinya produksi nutrisi secara alami di dalam tanah sepanjang musim tanam. Pertanian organik mendayagunakan berbagai metode untuk meningkatkan kesuburan tanah, termasuk rotasi tanaman, pemanfaatan tanaman penutup, pengolahan tanah tereduksi, dan penerapan kompos. Dengan mengurangi pengolahan tanah, maka tanah tidak dibalik dan tidak terpapar oleh udara. Hal ini berarti nutrisi yang bersifat mudah menguap seperti nitrogen dan karbon semakin sedikit yang menghilang.
Tumbuhan membutuhkan berbagai nutrisi seperti nitrogenfosfor, dan nutrisi mikro lainnya serta hubungan simbiosis dengan fungi dan organisme lainnya untuk berkembang dengan baik. Sinkronisasi diperlukan agar tumbuhan mendapatkan nitrogen yang cukup pada waktu yang tepat. Hal ini menjadi salah satu tantangan di dalam pertanian organik.[18] Residu tanaman dapat dikembalikan ke tanah sehingga membusuk dan memberikan nutrisi bagi tanah.[18] Dalam banyak kasus, pengaturan pH diperlukan dengan menggunakan kapur pertanian dan sulfur.[19]:43
Lahan usaha tani yang tidak memiliki usaha peternakan di dalamnya mungkin akan lebih sulit dalam mengembalikan kesuburan tanah dan membutuhkan input kotoran dari luar untuk digunakan sebagai sumber nitrogen yang baik. Namun nitrogen juga dapat diberikan dengan menggunakan legum sebagai tanaman penutup tanah.[18]
Penelitian dalam ilmu biologi pada tanah dan mikroorganisme yang hidup di dalamnya telah membuktikan manfaat bagi pertanian organik. Berbagai jenis bakteri dan fungi memecah bahan kimia, residu tanaman, dan kotoran hewan menjadi nutrisi yang dapat diserap oleh tumbuhan, sehingga tanaman pertanian menjadi produktif.[20][21]

Pengelolaan gulma

Pengelolaan gulma secara organik bersifat menekan, bukan memberantas gulma, dengan meningkatkan kompetisi dan mendayagunakan sifat fitotoksik tanaman.[22] Pertanian organik mengintegrasikan strategi budaya, biologi, mekanis, fisik, dan kimiawi untuk mengelola gulma tanpa menggunakan herbisida sintetik.
Berbagai standar organik membutuhkan rotasi tanaman dari tanaman semusim,[23] yang berarti satu jenis tanaman tidak bisa ditumbuhkan di lokasi yang sama tanpa tumbuhan antara yang berbeda jenisnya. Rotasi tanaman secara organik mencakup tanaman penutup yang menekan pertumbuhan gulma dan tanaman dengan siklus hidup yang tidak sama untuk menekan pertumbuhan gulma yang hanya menyerang jenis tanaman tertentu.[22] Berbagai penelitian dikerjakan untuk mengembangkan metode organik untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme yang secara alami menekan pertumbuhan atau perkecambahan gulma.[24] Metode lainnya yaitu meningkatkan tingkat kompetisi tanaman pertanian untuk menekan pertumbuhan gulma dengan berbagai cara seperti mengatur tingkat kepadatan penanaman, mengatur jumlah varietas tanaman yang ditanam, dan mengatur periode penanaman.[22]
Pengendalian gulma secara mekanis dan fisik dapat dilakukan dengan:[25]
  • Pengolahan tanah - membalik tanah di atara tanaman untuk menempatkan residu tanaman dan gulma ke dalam tanah.
  • Pemotongan
  • Memberikan panas ke tanah
  • Pemberian mulsa untuk menghalangi pertumbuhan gulma (lihat plastikultura)[26]
Namun metode pengolahan tanah dikritik sebagian kalangan karena dapat menyebabkan erosi.[27][28] FAO dan berbagai organisasi mempromosikan pendekatan pertanian tanpa pengolahan tanah (no till farming) dan menekankan pada rotasi tanaman.[28][29] Sebuah studi menunjukan bahwa rotasi tanaman dan pemanfaatan tanaman penutup tanah mampu mengurangi erosi tanah, mengendalikan hama, dan menekan penggunaan pestisida secara signifikan.[30] Beberapa bahan kimia yang tersedia secara alami dapat digunakan sebagai herbisida (bioherbisida), seperti asam asetattepung gluten jagung, dan minyak atsiri. Bioherbisida yang berbasis fungi patogen yang menjadi parasit bagi gulma, juga telah dikembangkan.[25]
Gulma juga dapat dikendalikan dengan memanfaatkan penggembalaan hewan di atas lahan pertanian. Angsa telah dipelihara secara jelajah bebas di atas lahan kapas,strawberrytembakau, dan jagung untuk menekan pertumbuhan gulma.[31] Petani sawah di berbagai belahan dunia juga memelihara bebek dan ikan di sawah untuk memakan gulma dan serangga.[32]

Hewan ternak

Usaha pemeliharaan hewan ternak yang menghasilkan dagingsusu, dan telur secara organik dapat menjadi pelengkap bagi usaha pertanian organik. Berbagai pembuat kebijakan memiliki sikap yang bervariasi mengenai kesejahteraan hewan, namun USDA secara umum tidak mengutamakan kesejahteraan hewan untuk memberi label produk organik.[33] Kuda dan sapi dapat menjadi hewan pekerja yang menyediakan tenaga untuk menggerakkan mesin, membajak, menambah kesuburan tanah dengan kotorannya, dan menjadi sumber bahan bakar (misal biogas).

Keekonomian

Keekonomian dari pertanian organik merupakan subbidang dari ekonomi pertanian yang mencakup seluruh jenis proses dan dampak dari pertanian organik terhadap masyarakat, terutama biaya sosialbiaya peluangbiaya tak terdugaasimetri informasiekonomi skala, dan sebagainya. Meski cakupan ekonomi begitu luas, pada ekonomi pertanian fokusnya ada pada maksimisasi hasil dan efisiensi pada tingkat lahan usaha tani. Ekonomi merupakan pendekatan antroposentrik terhadap nilai alam (misalkeanekaragaman hayati). Beberapa lembaga dan pemerintahan memberikan subsidi kepada pertanian organik dalam skala besar karena manfaatnya yang begitu banyak pada lingkungan.[34]

Persebaran produsen

Pasar produk organik paling kuat berada di Amerika Utara dan Eropa, yang pada tahun 2001 diperkirakan telah menguasai antara US$ 6 hingga 8 miliar dari pangsa pasar global yang sebesar US$ 20 miliar.[35]:6 Australasia memiliki 39% pangsa lahan usaha tani organik di seluruh dunia, namun 97% dari lahan ini merupakan kawasan penggembalaan yang tidak menghasilkan bahan pangan secara langsung. Di sisi lain, Amerika Serikat, dengan lahan yang lebih sempit, memiliki tingkat penjualan 20 kali lebih banyak dibandingkan Australia.[35]:7 Lahan usaha tani organik di Eropa menguasai 23% dari lahan usaha tani organik dunia, diikuti Amerika Latin dengan 19%, Asia 9.5%, Amerika Utara 7.2%, dan Afrika 3%.[36]
Selain Australia, negara dengan lahan usaha tani organik terbesar adalah Argentina yang mencapai 3.1 juta hektare, China 2.3 juta hektare, dan Amerika Serikat 1.6 juta hektare. Kebanyakan lahan organik di Argentina adalah lahan penggembalaan seperti Australia. Brazil merupakan eksportir produk organik terbesar.
Di Uni Eropa pada tahun 2005, 3.9% dari total lahan pertanian merupakan lahan usaha tani organik. Negara di Uni Eropa dengan proporsi lahan terbesar adalah Austria 11%,Italia 8.4%, dan Republik Ceko dan Yunani (keduanya 7.2%). Yang paling sempit adalah Malta 0.15, Polandia 0.6% (168 ribu hektare),[37] dan Irlandia 0.8%.[38][39] Pada tahun 2009, proporsi lahan organik di Uni Eropa tumbuh hingga 4.7%.[40] Pada tahun 2010, 16% petani Austria bercocok tanam secara organik.[41]
Setelah keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1991, input usaha pertanian (terutama pestisida dan pupuk sintetik) yang sebelumnya didatangkan dari negara Eropa TImur tidak lagi tersedia di Kuba. Banyak petani Kuba beralih menjadi petani organik karena keterpaksaan.[42] Sehingga pertanian organik menjadi cara yang utama dalam menghasilkan bahan pangan sampai sekarang.[43][44][45]

Pertumbuhan

Pada tahun 2001, diperkirakan nilai pasar produk organik bersertifikat di seluruh dunia adalah US$ 20 miliar. Pada tahun 2002, nilainya menjadi US$ 23 miliar dan pada tahun 2007 US$ 46 miliar. Pada tahun 2012, nilainya telah mencapai US$ 63 miliar.[46]
Eropa dan Amerika Utara mengalami peningkatan tertinggi dalam hal luas lahan.[46]:26 Antara tahun 2005 hingga 2008, Uni Eropa mengalami perluasan sebesar 21%.[47] Hal ini disebabkan pemberian subsidi pertanian di Uni Eropa yang beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik karena besarnya manfaat bagi lingkungan. Namun Amerika Serikat masih mensubsidi pertanian konvensional, terutama gula dan jagung.[48] Hal inilah yang menjadi pembeda antara Uni Eropa dan Amerika Serikat. Secara persentase luas lahan pertanian total pada kedua wilayah tersebut, 4.6% di Uni Eropa adalah lahan pertanian organik sedangkan di Amerika Serikat hanya 0.6% dari total luas lahan pertaniannya.[49]

Produktivitas

Berbagai studi mengenai produktivitas pertanian organik beragam.[50]
Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 1990 dengan data dari 26 jenis hasil tanaman pertanian dan dua hasil peternakan pada ratusan lahan usaha tani menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan berarti secara statistik antara pertanian organik dan pertanian konvensional. Perbedaan berarti hanya ada pada produksi susu dan kacang-kacangan di mana pertanian organik lebih banyak menghasilkan dibandingkan pertanian konvensional.[51]
Sebuah survei di Amerika Serikat yang dipublikasikan pada tahun 2001 menganalisis 150 musim tanam serealia dan kacang kedelai dan mendapati bahwa pertanian organik menghasilkan antara 5% lebih sedikit hingga setara dibandingkan pertanian konvensional.[50]
Sebuah studi yang berlangsung selama dua dekade dan dipublikasikan pada tahun 2002 mendapatkan bahwa pertanian organik menghasilkan 20% lebih sedikit dibandingkan pertanian konvensional dengan menggunakan pupuk 50% lebih sedikit, pestisida 97% lebih sedikit, dan input energi 34-53% lebih sedikit.[21] Meski lebih sedikit menghasilkan, namun dengan input bahan kimia pertanian dan bahan bakar yang lebih sedikit, petani bisa mendapatkan menghasilkan keuntungan lebih banyak.
Sebuah studi pada tahun 2003 menemukan bahwa di musim kering, pertanian organik menghasilkan lebih banyak dibandingkan pertanian konvensional.[52][53] Pertanian organik juga mampu bertahan melawan gangguan cuaca seperti badai dan topan, lebih baik dibandingkan pertanian konvensional. Lapisan tanah atas pada pertanian organik tidak menghilang sebanyak pertanian konvensional ketika diterpa angin kencang.[54]
Sebuah studi yang diterbitkan pada tahun 2005 membandingkan pertanian konvensional, pertanian organik berbasis hewan, dan pertanian organik berbasis legum pada Institut Rodale selama 22 tahun. Studi ini mendapati bahwa untuk penanaman jagung dan kedelai cenderung menghasilkan dalam jumlah yang setara di antara ketiganya, namun pertanian organik berbasis legum dan berbasis hewan membutuhkan energi fosil yang lebih sedikit secara signifikan. Dan pada pertanian organik, pestisida dan pupuk sintetik tidak digunakan sama sekali.[55][56][57]
Pada studi yang dilakukan pada tahun 2007 menggabungkan 293 penelitian yang telah dilakukan untuk menilai efisiensi secara keseluruhan antara kedua sistem pertanian dan menemukan bahwa metode organk dapat memproduksi bahan pangan yang mencukupi bagi populasi dunia untuk mendukung kelangsungan hidup manusia dengan kebutuhan lahan yang lebih sedikit. Para peneliti juga menemukan bahwa di negara maju meski pertanian organik menghasilkan 8% lebih sedikit dibandingkan pertanian konvensional, namun di negara miskin pertanian organik menghasilkan 80% lebih banyak dibandingkan pertanian konvensional. hal ini dikarenakan di negara miskin bahan-bahan organik untuk input usaha pertanian lebih mudah didapatkan dibandingkan akses menuju pestisida dan pupuk sintetik.[58] Namun studi ini ditantang kebenarannya dengan studi lain pada tahun 2008 yang menyatakan bahwa estimasi berlebihan pada pertanian organik dikarenakan misinterpretasi data dan kesalahan hitung.[59]
Sebuah studi pada tahun 1999 oleh Badang Perlindungan Lingkungan Denmark menemukan bahwa, pertanian organik menghasilkan kentangbit gula, dan rumput lebih sedikit, hingga 50%-nya saja, dibandingkan pertanian konvensional.[60] Michael Pollan, pengarang dari The Omnivore's Dilemma, merespon publikasi ini dengan menyatakan bahwa hasil pertanian dunia rata-rata lebih rendah dibandingkan hasil pertanian berkelanjutan modern. Dengan menjadikan mayoritas usaha pertanian dunia berhaluan organik dapat meningkatkan hasil pangan dunia hingga 50% lebih banyak.[61]
Sebuah studi analisis yang diterbitkan tahun 2012 menyarankan agar petani mengambil langkah hibrid atau kombinasi antara pertanian organik dan konvensional demi memenuhi kebutuhan pangan manusia sambil menjaga kualitas lingkungan.[62][63]

Keuntungan

Pengurangan penggunaan pestisida dan pupuk sintetik disertai dengan harga premium bagi bahan pangan organik berkontribusi pada keuntungan petani yang lebih tinggi. Secara umum pertanian organik lebih menguntungkan dibandingkan pertanian konvensional. Tanpa harga premium, pertanian organik mendapatkan hasil yang beragam, ada yang untung dan ada yang rugi.[35]:11 Organic production was more profitable in Wisconsin, given price premiums.[64] Bagi pasar tradisional dan pasar modern, bahan pangan organik juga lebih menguntungkan dan umumnya dijual pada keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan bahan pangan non-organik.[65]
Meskipun pembeli membandingkan harga dan membeli secara sadar, bahan pangan organik tidak selalu lebih mahal dibandingkan bahan pangan non-organik. Seperti contoh pada tahun 2000, sebuah usaha restoran mengganti 85% bahan baku yang digunakannya ke organik tanpa meningkatkan harga bagi pembelinya. Pemilik restoran juga menyatakan bahwa sejak tahun 2000, harga bahan pangan organik telah turun dan saat ini tidak lagi menjadi masalah untuk mendapatkan bahan pangan organik dengan harga yang bersaing.[66][67]

Tenaga kerja

Sebuah surver yang dilakukan di Irlandia dan Britania Raya menemukan bahwa pertanian organik mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja dibandingkan pertanian konvensional. Perbedaan ini terlihat jelas pada ukuran lahan usaha tani yang lebih besar. Para peneliti menyimpulkan bahwa akan ada lapangan pekerjaan di bidang pertanian 19% lebih banyak di Inggris, dan 6% lebih banyak di Irlandia, jika 20% usaha pertanian di kedua negara menjadi usaha pertanian organik.[68]

Eksternalitas

Eksternalitas adalah biaya atau keuntungan yang harus ditanggung atau diterima oleh suatu pihak yang tidak menyebabkan terbentuknya biaya atau keuntungan tersebut. Dalam pertanian secara umum, eksternalitas yang terjadi pada masyarakat biasanya dikarenakan penggunaan sumber daya seperti air, hilangnya keanekaragaman hayati, terjadinya erosi, berpindahnya pajak masyarakat ke pertanian melalui subsidi pertanian, dan sebagainya. Eksternalitas positif misalnya terbentuknya kemandirian, terciptanya kewirausahaan dan lapangan kerja, dan mensupai bahan pangan lokal. Tidak terkecuali pada pertanian organik, ada eksternalitas secara positif dan negatifnya.[69]
Di Inggris pada tahun 2000, biaya eksternalitas negatif yang tidak terbayarkan mencapai 2343 juta pundsterling atau 208 poundsterling per hektare lahan pertanian.[70] Di Amerika Serikat, biaya eksternalitas negatif pada budi daya tanaman diperkirakan mencapai US$5 hingga 16 miliar atau US$30-96 per hektare, dan pada peternakan mencapau US$714 juta.[71]
Pertanian organik memiliki biaya eksternalitas negatif yang lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional.[72] Beberapa survey menemukan bahwa pertanian organik lebih sedikit merusak lingkungan karena tingkat kehilangan keanekaragaman hayati lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional, dan pertanian organik menggunakan lebih sedikit energi dan menghasilkan lebih sedikit limbah per unit luas lahan usaha tani.[73][74] Pada tahun 2003, Department for Environment Food and Rural Affairs di Inggris menemukan hasil yang serupa bahwa pertanian organik memiliki lebih banyak manfaat bagi lingkungan, namun manfaat itu dikatakan cenderung tidak berarti karena hasil pertaniannya yang lebih sedikit per luas lahan.[75]
Sebuah studi perbandingan yang dilakukan antara peternakan susu di Wisconsin dan Selandia Baru menemukan bahwa, dengan menggunakan jumlah emisi per kg susu yang dihasilkan, peternakan susu di Selandia Baru menghasilkan lebih banyak emisi gas metana dan di Wisconsin lebih banyak menghasilkan emisi gas karbon dioksida. Keduanya merupakan gas rumah kaca. Hal ini dikarenakan di Selandia Baru, sapi lebih banyak diberikan rumput dan hijauan, sedangkan di Wisconsin lebih banyak berupa konsentrat. Selulosa diubah menjadi asetat (CH3COO-) di dalam perut sapi dan dapat berubah menjadi gas metana. Pada pakan konsentrat, kandungan selulosa lebih rendah sehingga ionpropanoat (CH3CH2COO-) lebih banyak dihasilkan dibandingkan asetat, sehingga emisi metana berkurang.[76][77]

Pestisida

Tidak seperti pertanian konvensional, pertanian organik menghindari penggunaan pestisida sintetik.[78] Beberapa jenis pestisida sintetik merusak lingkungan dan kesehatan manusia. Anak kecil memiliki risiko kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan orang dewasa jika terpapar secara langsung.[79]
Ada lima jenis pestisida alami (berupa hasil tambang murni atau identik alami) yang digunakan dalam pertanian organik, yaitu toksin bakteri, piretrinrotenontembaga, dansulfur.[80][81] Namun petani organik pengguna pestisida jenis tersebut sangatlah sedikit; sebagian besar tidak menggunakan pestisida sama sekali. Hanya 10 persen petani organik yang menggunakan pestisida berbahan dasar tumbuhan, 12 persen menggunakan sulfur, dan 7 persen menggunakan pestisida berbahan dasar tembaga.[35]:26
Aliran air permukaan merupakan salah satu risiko lingkungan penggunaan pestisida yang sangat membahayakan. USDA melacak dampak lingkungan dari kontaminasi perairan dan menyimpulkan bahwa meski kebijakan penggunaan pestisida di tingkat negara telah mengurangi risiko lingkungan, namun masih terdapat wilayah di mana airnya tidak dapat diminum atau organisme yang hidup di dalamnya tidak boleh dimakan.[82][83] Sebagian besar risiko kesehatan tersebut tidak terlacak dengan baik dan harus ditanggung oleh penderita. Pada pertanian organik, risiko ini hampir tidak ada karena pestisida sintetik tidak digunakan, sehingga ikut berkontribusi menjaga kesehatan masyarakat di sekitar lahan usaha tani.

Kualitas dan keamanan pangan

Keberadaan bukti ilmiah terkait perbedaan keamanan dan kualitas nutrisi antara bahan pangan organik dan bahan pangan konvensional tidak mencukupi dan cenderung memberikan hasil yang bervariasi.[84][85][86][87][88][84][86][88][89][90]
Sebuah studi pada tahun 2009 mengenai efek bagi kesehatan yang dilakukan oleh Badan Standar Pangan Inggris menganalisis sebelas artikel dan menyimpulkan bahwa data yang diberikan sangat bervariasi dan tidak ditemukan perbedaan signifikan antara bahan pangan organik dan bahan pangan konvensional, juga terhadap kualitas nutrisinya.[91]
Studi yang dilakukan secara individu mempertimbangkan beragam dampak yang mungkin didapatkan, seperti residu pestisida pada bahan pangan.[85] Risiko kesehatan dari residu pestisida tidak bisa dipandang sebelah mata,[92][93] namun keberadaan dan kadar residu pestisida pada kedua jenis bahan pangan masih diperdebatkan.[85] Hanya satu dampak kesehatan yang diyakini baik pada bahan pangan organik adalah kadar nitrat yang lebih rendah yang disebabkan penggunaan pupuk berbasis nitrat yang tidak dilakukan pada pertanian organik. Beberapa masih mempertanyakan peran nitrat di dalam tubuh manusia.[94] Dampak keberadaan residu pestisida organik berbasis tanaman dan patogen bakteri juga tidak memiliki data yang mencukupi.[85]
Namun harga bahan pangan organik yang cenderung lebih tinggi dibandingkan bahan pangan konvensional dapat menghalangi konsumsi bahan pangan organik.[85]

Konservasi tanah

Pertanian organik diyakini mampu mengelola tanah dengan baik dengan kemampuan menahan air yang lebih tinggi.[95] Hal ini dipercaya menjadi sebab mengapa pertanian organik mampu bertahan pada tahun yang kering. Pertanian organik mampu membentuk bahan organik tanah lebih baik dibandingkan pertanian konvensional, yang dapat memberi manfaat jangka panjang.[96]
Dalam buku Dirt: The Erosion of Civilizations, pakar geomorfologi David Montgomery mengemukakan krisis yang akan datang yang berasal dari erosi. Pertanian bergantung sepenuhnya pada tanah atas (top soil) yang kurang lebih sedalam satu meter, namun bagian ini terus terkuras dengan laju sepuluh kali dibandingkan laju pengembaliannya.[97]Pertanian konvensional tanpa pengolahan tanah, yang sangat bergantung pada herbisida untuk membasmi gulma, adalah salah satu cara untuk meminimalisasi erosi. Namun sebuah studi yang dilakukan oleh USDA menemkan bahwa aplikasi pupuk kandang pada lahan pertanian, meskipun lahan tersebut dibajak, dapat membangun lapisan tanah atas lebih cepat dibanginkan pertanian konvensional tanpa pengolahan tanah.[98][99][100]

Perubahan iklim

Pertanian organik menekankan pada siklus nutrisi alami, keanekaragaman hayati, dan manajemen tanah efektif untuk mencegah atau bahkan membalikkan efek perubahan iklim.[101] Pertanian organik dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil secara signifikan dan memitigasi karbon di atmosfer ke dalam tanah. Dengan mengeliminasi penggunaan nitrogen sintetik, pertanian organik mampu mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang digunakan dalam produksi pupuk sintetik.[99]
Data mengenai jumlah karbon di dalam tanah menunjukan bahwa metode pertanian organik merupakan salah satu metode yang paling efektif dalam memitigasi emisi CO2.[99]
Namun kritik mengenai pertanian organik mengemuka pada kebutuhan lahan bagi produksi bahan pangan organik karena produktivitasnya yang masih dipertanyakan, sehingga berpotensi mampu menggusur hutan dan ekosistem alam liar.[102][103]

Pembilasan nutrisi

Pemberian nutrisi yang berlebih mampu menyebabkan nutrisi terbilas oleh air hujan dan bergerak menuju perairan sehingga menyebabkan eutrofikasi. Selain itu, nitrat yang menjadi bahan dasar pupuk membahayakan hewan air. Pupuk nitrat, yang menjadi pencemar utama perairan dari lahan pertanian, diyakini akan meningkat penggunaannya menjadi hampir tiga kali lipat pada tahun 2050.[104] Nitrat yang terbilas menjadi salah satu faktor inefisiensi dari pertanian konvensional karena nutrisi yang seharusnya diserap oleh tanaman menjadi hilang.
Lahan pertanian yang diberikan pupuk secara organik mampu mengurangi secara signifikan pembilasan nitrat, jika dibandingkan dengan pertanian konvensional. Pembilasan nitrat pada lahan pertanian konvensional lebih besar 4.4 hingga 5.6 kali lipat dibandingkan lahan pertanian organik.[105] Namun bukan berarti pertanian organik bebas nitrat; kotoran hewan yang digunakan sebagai pupuk pada pertanian organik juga dapat berubah menjadi nitrat setelah proses fiksasi oleh bakteri. Tetapi nitrat hasil fiksasi lebih terikat oleh tanah, sehingga risiko terbilas ke perairan lebih rendah.
Zona mati yang telah membesar di Teluk Meksiko disebabkan oleh aliran air permukaan dari lahan pertanian, yang datang dari kombinasi pupuk sintetik dan pupuk kandang. Lebih dari setengah nitrogen yang dilepaskan ke Teluk Meksiko datang dari pertanian. Hal ini menyebabkan para nelayan harus berlayar jauh dari bibir pantai untukmendapatkan ikan, meningkatkan biaya bagi nelayan.[106] Aliran air permukaan dari lahan pertanian serta kejadian ledakan populasi alga di California merupakan kejadian yang sangat terkait erat.[107]
Pembilasan nitrogen ke Sungai Danube telah turun sejak meningkatkan lahan usaha tani organik di sekitar sungai. Manfaat yang didapatkan setara dengan 1 Euro per kg nitrogen yang tidak lepas ke perairan.[108]  

Sumber : https://id.wikipedia.org